Kata "Besakih" berasal dari kata "Basuki" yang berarti 'selamat' berkembang menjadi Basukir dan Basukih, trus menjadi Besakih. Nama tersebut terdapat dalam 2 prasasti yang disimpan di Gedong Penyimpenan di Natar Agung, sebuah prasasti di Merajan Selonding dan sebuah lagi di Pura Gaduh Sakti di desa Selat. Sejarah Pura Besakih berhubungan dengan perjalanan Sri Markandeya (seorang Brahmana Siwa) dari Gunung Raung, daerah Basuki, Jawa Timur. Rombongan beliau terpaksa kembali ke Jawa karena banyak yang meninggal terserang penyakit. Setelah mendapat petunjuk di Gunung Raung, beliau kembali ke Bali dan mengadakan penanaman Panca Datu (5 jenis logam yaitu emas, perak, besi, tembaga dan permata) di lereng Gunung Agung yang kemudian dikenal dengan Pura Basukian.
Pada zaman dahulu, Pura Besakih langsung ditangani oleh penguasa daerah Bali. Disebutkan Sri Wira Dalem Kesari yang membuat Merajan Selonding (sekitar tahun 250 M), kemungkinan beliau adalah Raja Kesari Warmadewa yang memerintah sekitar tahun 917. Prasastinya terdapat di Malet Gede, di Pura Puseh Panempahan dan di Belanjong. Pada zaman pemerintahan Sri Udayana Warmadewa, pura ini mendapat perhatian besar, seperti terdapat dalam prasasti Bradah, dan prasasti Gaduh Sakti. Dalam lontar Jaya Kesunu disebutkan Raja Sri Jayakesunu memerintahkan memasang penjor pada Hari Raya Galungan sebagai lambang Gunung Agung. Pada zaman Sri Kresna Kepakisan, seperti terdapat dalam lontar raja Purana Besakih tentang upacara, nama pelinggih, tanah wakaf (pelaba), susunan pengurus, tingkatan upacara diatur dengan baik.
Fungsi umum pura ini adalah sebagai tempat bagi umat Hindu untuk memohon keselamatan (sesuai dengan nama pura). Pada waktu Bhatara Turun Kabeh yang jatuh pada setiap Bulan Purnama sasih kedasa (bulan Oktober) setiap tahunnya, seluruh umat Hindu datang berduyun-duyun untuk menyampaikan sujud baktinya pada Tuhan. Di pura ini juga diadakan upacara Panca Wali Krama setiap 10 tahun sekali, dan yang terbesar adalah upacara Eka Dasa Ludra setiap 100 tahun sekali. Upacara Eka Dasa Ludra terakhir dilaksanakan tahun 1973, sayangnya saya belum lahir dan mungkin seumur hidup saya tak akan bisa menyaksikan upacara ini secara langsung. Terdapat 18 komplek pura yaitu :
Pura Pesimpangan
Pura Dalem Puri
Pura Manik Mas
Pura Bangun Sakti
Pura Ulun Kulkul
Pura Merajan Selonding
Pura Gua
Pura Banua
Pura Merajan Kanginan
Pura Hyang Haluh
Pura Basukian
Pura Kiduling Kreteg
Pura Batu Madeg
Pura Gelap
Pura Penataran Agung
Pura Pengubengan
Pura Tirtha
Pura Peninjoan
Selain ke-18 komplek pura tersebut, juga ada komplek Pura Padharman untuk pemujaan kelompok keturunan tertentu di Besakih. Komplek Pura Besakih sangat luas, dengan pemandangan Gunung Agung yang hijau, sangat indah. Kita benar-benar kagum dengan warisan leluhur kita serta semua anugerah Tuhan. Tempat ini benar-benar bagus untuk mencari ketenangan serta mendekatkan diri dengan Tuhan.
Baca juga:
- Sejarah Pura Besakih
- Pura Luhur Lempuyang
- Sejarah Pura Tanah Lot
- Pura Luhur Rambut Siwi
- Sejarah Pura Batur